Kata
“etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan karena itu
pula “etika bisnis” bisa berbeda artinya. Etika dibedakan menjadi dua yaitu
etika sebagai praksis dan etika sebagai refleksi. Etika sebagai praksis berarti
nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak
dipratekkan, walaupun seharusnya dipratekkan. Dapat juga dikatakan, etika
sebagai praksis sama artinya dengan moral atau moralitas: apa yang harus
dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan dan sebagainya. Etika sebagai
refleksi adalah pemikirian moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berpikir
tentamg apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan dan
tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik
buruknya perilaku orang.
Etika
adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia. Seperti
etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada tiga taraf:
taraf makro, meso dan mikro. Pada taraf makro, etika bisnis memperlajari
aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan (masalah-masalah yang
disoroti dalam skala yang besar). Misalnya, masalah keadilan sosial dalam suatu
masyarakat, masalah utang-utang negara-negara selatan terhadap negara-negara
utara dan sebagainya.
Pada
taraf meso (Madya atau menengah) etika bisnis menyelidika masalah-masalah etis
di bidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tapi bisa
juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi, dan lain-lain.
Pada
taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau
bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majukan,
bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
Georges
Enderle memperlihatkan bahwa etika bisnis di semua negara tidak memberi
perhatian yang sama kepada taraf-taraf tadi. Etika bisnis di daratan eropa
terutama menaruh perhatian untuk masalah taraf makro dan baru kemudian masalah
taraf mikro. Di Jepang perhatian etika bisnis terutama terfokuskan pada masalah
taraf meso. Sedangkan di Amereka Utama etika bisnis terutama menyibukkan diri
dengan masalah etis pada taraf mikro dan baru kemudian dengan masalah taraf
makro.
Etika
Bisnis Negara Jerman
Jerman sebagai negara dengan tingkat
penguasaaan teknologi yang tinggi dan masih menjadi salah satu negara tujuan
belajar di kalangan pelajar dan akademis Indonesia (Detik.com 2014). Menurut
Wikipedia jumlah kerja di Jerman hanya 30 jam per minggu atau sekitar 6 jam
per-hari. Sangat jauh bila dibandingkan dengan Indonesia yang bahkan memiliki
40 jam per minggu. Pertanyaan terbesar adalah mengapa Jerman dengan jumlah jam
kerja yang sangat lebih sedikit dari pada Indonesia bisa menjadi negara yang
maju bahkan termasuk lokomotif industri Eropa?
1. Disiplin terhadap penggunaan waktu
1. Disiplin terhadap penggunaan waktu
Warga
negara Jerman sangat menghargai waktu. Para pekerja di Jerman tidak melaukan
hal-hal diluar pekerjaan saat mereka bekerja. Tidak ada Facebook, email
pribadi, bergosip, bermain game, atau berbicara yang tidak ada hubungannya
dengan pekerjaan. Saat waktu bekerja yang dilakukan adalah bekerja. Datang
lebih awal atau tepat waktu sudah menjadi hal yang biasa bagi orang Jerman
mungkin ini juga dikarenakan transportasi yang baik dan terjadwal di kotanya.
Bagi orang Jerman waktu adalah hal yang sangat penting dan tidak dapat terbuang
begitu saja. Seperti dijelaskan di atas saat bekerja, orang jerman selalu
konsen pada pekerjaannya begitu pula saat pekerjaan selesai. Orang Jerman
menganggap semuanya selesai, di Jerman sendiri jarang sekali terjadi lembur.
Karena mereka menghargai sekali waktu, waktu untuk keluarga dan untuk diri
mereka sendiri.
2. Menghargai Privasi
Orang
Jerman adalah orang yang menggap bahwa privasi sangatlah penting. Mereka umunya
melakukan pemisahan antara kehidupan pribadi dan kehidupan kerja. Namun, ada
juga beberapa dari mereka yang mempunyai teman yang sangat akrab di dalam
perusahaannya. Tetapi, bagi mereka perihal umur, agama dan pernikahan itu
adalah hal-hal yang sangat privasi.
3. Menegur Secara Langsung
Orang
Jerman lebih suka mengatakannya secara langsung (Direct). Misalkan saat ada orang yang melakukan kesalahan, mereka
akan mengatakan secara langsung kalau itu adalah hal yang salah atau tidak
pantas atau tidak baik. Orang Jerman tidak suka berputar-putar dan
berbasa-basi. Namun, saat mengkritik tersebut biasanya juga akan dibarengi
dengan saran yang menurut mereka baik.
4. Menghargai Tenaga Pekerja
Negara
Jerman merupakan negara yang sangat menghargai tenaga pekerjanya. Satu hari
tenaga pekerja mempunya waktu kerja sebanyak 6 jam. Setelah 6 jam, pekerja
diharuskan untuk beristirahat 30 menit. Dan dalam satu hari tenaga pekerja
dilarang untuk bekerja lebih dari 10 jam. Bila mereka telah bekerja selama 10
jam, namun pekerjaan mereka belum selesai. Mereka diharuskan pulang dan melanjutkannya
besok. Mereka pun diberikan jumlah cuti kurang lebih 6 minggu selama 1 tahun.
Warga Jerman menanggap tenaga kerja adalah hal yang sangat berharga yang harus
dijaga dengan cara yang benar agar tetap bisa berproduksi.
5. Membayar Pajak
Upah
Minimum Jerman adalah 8,5 euro/jam. Minimum bekerja selama satu bulan adalah
120 jam. Maka UMR yang diterima adalah 1.020 euro/bulan. Yang dimana satu euro
sebesar Rp 14.000. Mungkin bila dirupiahkan menjadi sangat banyak yaitu sebesar
Rp 14.280.000. Namun para pekerja di Jerman mempunya potongan pajak yang sangat
besar yaitu sebesar 20%-30% dari penghasilan mereka. Pajak dibayarkan kepada
negara. Meskipun orang Jerman terkenal dengan ke-privasiannya namun mereka juga
orang yang sangat peduli sosial. Dari hasil pajak, Negara membiayai perawatan
rumah sakit, PHK (sampai mendapatkan pekerjaan), Pensiun, Pengemis. Jadi,
menurut orang Jerman, mereka yang mampu atau masih sehat dan mempunyai
pekerjaan harus bertanggung jawab untuk membiayai mereka yang nasibnya kurang
beruntung.
6. Tidak Ada Aturan-Aturan Tingkatan Sosial
Mungkin
bila di Indonesia sudah jadi aturan sosial bila kalian jadi manajer atau
mungkin mempunya jabatan di atas (mempunyai perusahaan). Kalian harus mempunyai
kendaraan pribadi seperti mobil untuk ke kantor setiap hari. Di Jerman bahkan
seorang bos sekalipun tidak akan segan segan untuk naik kendaraan umum, kereta
api, sepeda atau bahkan berjalan kaki. Karena bagi mereka adalah cara bagaimana
kecepatan sampai dikantor, cara yang paling efisien. Sebetulnya juga tidak ada
aturan yang mengharuskan seorang manajer atau bos harus memiliki mobil dan
harus menggunakan mobil setiap hari. Itu hanya aturan-aturan yang dibuat di
sosial kita saja.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens,
K. (2000). Pengantar Etika Bisnis.
Kanisius:Yogyakarta
Trinugroho, Denny. Kerja di Jerman | yang perlu kalian ketahui.
Di tonton dari: https://www.youtube.com/watch?v=c2RkkyCcOxc
(Terakhir diakses pada 09 April 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar