3.1 Pendahuluan
Apakah
hukuman mati salah atau benar? Bagaimana dengan kerasisan dalam memerkerjakan
seseorang, apakah itu adil atau tidak? Jawaban dari semua pertanyaan ini adalah
nilai-nilai yang sudah terdapat. Misalnya, mungkin beberapa orang setuju pada
argumen bahwa hukuman mati adalah hal yang tepat karena sesuai untuk kejahatan
seperti pembunuhan. Namun, disisi lain, orang lain mungkin berpendapat, bahwa
tidak ada yang memiliki hak untuk mengambil kehidupan siapapun.
Nilai
– Apa yang kita pilih sebagai sesuatu yang berharga dan dipercaya memiliki
manfaat, dalam pengertian umum atau luas. Masalah benar atau salah itu relatif
dengan nilai-nilai standar benar dan salah yang dianut oleh seseorang. Apakah
sesuatu itu benar atau salah bukanlah persoalan tentang fakta. Ini adalah
masalah pendapat. Suatu tindakan mungkin dapat sangat dibenarkan oleh beberapa
orang sementara yang lain mungkin memiliki pandangan sebaliknya. Jadi
nilai-nilai menyatakan:
“Cara tertentu untuk mengawali atau
mengakhiri kondisi yang ada secara peroangan atau sosial yang lebih disukai
dari pada cara yang berlawanan atau yang menentang dari kondisi yang ada.”
‘Stephen P. Robbins’
‘Edward Spranger’
mendefinisikan nilai- “sebagai kumpulan dari rasa suka, tidak suka, sudut
pandang, kecenderungan batin, penilaian rasional dan irasional, prasangka dan
pola asosiasi yang menentukan pandangan seseorang terhadap dunia.”
Nilai
adalah ide dan perasaan yang diwujudkan sebagai prilaku atau menyalurkan nilai-nilai
tersebut. Refleksi yang sebenarnya dari nilai-nilai seseorang adalah
tindakannya.
3.2 Karakteristik Dari Nilai
- Nilai-nilai cenderung relatif bersifat stabil dan bertahan lama. Sebagian besar dari nilai-nilai yang kita pegang sudah diajarkan mulai dari kecil oleh orang tua kami, guru dan lain-lain. Jadi nilai-nilai ini mulanya berasal dari dipelajari.
- Nilai merupakan dasar dari karakter seseorang. Mereka merupakan inti dari kepribadian dan kekuatan yang besar yang mempengaruhi prilaku.
- Nilai adalah representasi abstrak dari apa yang orang percayai bahwa ini adalah hal yang benar, tepat dan berharga untuk dilanjutkan.
- Beberapa nilai tidak bersifat tetap, tetapi mereka bisa berubah berdasarkan waktu dan situasi.
- Nilai memiliki tanda kekuatan dan kepuasan. Dimana tanda kepuasaan mengatakan bahwa cara berprilaku atau menyelesaikan kondisi yang ada adalah penting dan tanda kekuatan menjalaskan betapa pentingnya itu.
- Nilai-nilai yang dianut oleh invidu, menjadikan bagian dari kepribadiannya, maka mereka sampai berhubunagn tentang zona yang akan dipilih oleh orang tersebut. Tindakannya berdasarkan nilai-nilai ini kemudian menjadi spontan dan terus menerus secara otomatis dan naluriah.
3.3. Pembentukan Nilai di Masyarakat
Ketika
kita urutkan nilai-nilai perorangan menurut kekuatan mereka, kita akan
mendapatkan tata nilai orang tersebut. Semua dari kita memiliki hirarki
nilai-nilai yang membentuk sistem nilai kita. Sistem ini diidenifikasikan oleh
kepentingan relatif kita yang kita tetapkan untuk nilai-nilai seperti:
kebebasan, harga diri, kesenangan, kejujuran, ketaatan, dan kesetaraan.
Bagi
orang tertentu untuk menerima nilai tertentu ke dalam sistem nilai-nya, ia
harus telebih dahulu mengetahui layak atau tidaknya bagi tujuan hidupnya. Nilai
nilai dalam sistem yang dianut perorangan diperkenalkan dan kemudian diperkuat
atas pengalaman pada waktu hidup, tetapi lebih terutama selama berkembang,
tahun pembentukan perorangan.
Pada
masa sekarang ini berbagai lembaga sosial memainkan peran penting dalam
menanamkan nilai-nilai dalam sistem nilai perorangan, yang utama adalah:
a. Sebuah
keluarga yang melahirkan.
b. Sekaolah
dan lembaga pendidikan lainnya dan semua esktra kurikuler dan klub.
c. Agama
yang dianut.
d. Masyarakat
atau komunitas yang diikuti.
Jadi
nilai-nilai yang dipupuk oleh masing-masing lembaga ini memperkuat nilai-nilai
yang diajarkan oleh pihak lain dan mereka bersama-sama membentuk sistem nilai
perorangan.
Pembentukan
nilai perorangan yang terbaik dapat dipahami dalam kerangka kerja teori
psikologi sosial.
1. Pendekatan
Dalam-Individu
Fokus pada fungsi variabel dalam individu
(internal). Psikologi menurut tradisi mempunyai batasan antara mereka dengan
perorangan, terlibat dalam pencarian ‘genotipik’ yang menjadi dasar untuk
memprediksi perilaku subjek dengan banyak jenis orang dalam banyak situasi.
Dalam pendekatan ini, pola prilaku sosial mencerminkan struktur atau mekanisme
intra-individu seperti kebiasaan, membutuhkan struktur kognitif atau paling
sering mengalami kesulitan pribadi.
2. Pendepatan
Antar Individu
Ini berfokus pada fungsi variabel eksternal:
“prilaku seseorang sebagian besar merupakan cerminan dari situasi dimana dia
berada. Yang tidak dapat dilepaskan dari situasi adalah paksaaan sosial yang
membentuk dan menentukan prilaku orang lain di setiap saat, meski sudah diakui
bahwa pengalaman sebelumnya dengan situasi yang seperti itu mempunyai
kecendurungan bagi dia untuk bereaksi dengan cara yang sudah jelas di keadaan
khusus seperti itu.”
Karena batasan hubungan yang tidak dapat dipisahkan
baik yang berupa sebuah kombinasi pendekatan penjelasan untuk perilaku nampak
cenderung dan telah disebut pendekatan interpersonal.
Tindakan seorang individu dipengaruhi oleh
nilai-nilai sosial dan juga faktor genetik dan faktor internal. Seorang
individu mempelajari norma, nilai dan kebiasaan masyarakat secara langsung atau
melalui pengalaman dan nilai-nilai ini dipaksakan oleh masyarakat melalui
paksaan kelompok. Biasanya ada berbagai prilaku yang dapat diterima dan
individu memilih prilaku dalam yang ada di sekelilingnya.
Singkatnya, dalam mengembangkan sistem sebuah nilai,
individu dipengaruhi oleh keduanya baik lingkungan eksternal dan struktur
kognitif internal. Sistem nilai ini dipengaruhi oleh budaya dan sub-kultur
dimana seseorang berada.
3.4 Jenis-Jenis Nilai
Menurut
pendapat M. Rokeach (Sifat alami dari nilai manusia, New York; free poses 1973)
)ada dua tipe nilai:
1. Nilai
Instrumen
Nilai-nilai yang menyangkut cara kita berbicara
tentang keadaan akhir. Ini ada hubungannya dengan cara untuk mencapai hasil
yang diinginkan. Beberapa seperti;
a. Kerja
keras dan prestasi
b. Pendidikan
dan pencarian terpelajar
c. Kecukupan
diri; kemerdekaan
d. Sejati;
kejujuran
e. Ketegasan;
berdiri sendiri
f. Menjadi
sopan santun dan sopan terhadap orang lain
g. Ketebukaan
pikiran; penerimaan terhadap gagasan baru
h. Peduli
terhadap orang lain.
2. Nilai
Terminal
Ini adalah tujuan akhir keadaan yang kita inginkan
seperti kehidupan yang nyaman, rasa prestasi, kesetaraan diantara semua orang.
a. Kebahagiaan;
kepuasan dalam hidup
b. Damai
dan harmonis didunia
c. Pengetahuan
dan kebijaksanaan
d. Kebanggan
dalam prestasi
e. Keamanan;
bebas dari ancaman
3.5 Sistem Nilai Etis
Semua
yang kita lihat, yang ada disini, yang dikatakan, yang dibayangkan atau
dilakukan dapat dibagi menjadi dua kategori utama:
a. Bagaimana
situasinya yang sebenarnya terjadi
b. Bagaimana
situasi yang seharusnya terjadi
Bagaimana
situasi yang seharusnya terjadi adalah apa yang bisa menambahkan ‘nilai’. Nilai
ini tidak mudah untuk diukur atau diungkapkan dalam kata-kata. Dalam hal ini,
Chakraborty (1991,1993 dan 1995) telah berusaha untuk membangun hubungan antara
nilai dan etika. Dia berkata: “sebagai kesadaran seorang individu- dalam
persamaannya dengan sifat alami, dengan yang tidak terbatas, dengan energi
Adorable, dengan Brahmand- mulai naik keketinggian yang holistik, sebuah hasil
besar menjadi nyata dalam kaitannya dengan hubungannya dengan orang lain."
Jika
kita tahu akibat dari tindakan kita, kita bisa mengubah nilai menjadi aturan
prilaku yang bisa digambarkan sebagai etika.
Setiap
permulaan tindakan dimulai dengan nilai yang ada. Ini bisa diubah menjadi
niatan untuk bertindak, yang kemudian di artikulasikan sebagai perilaku aktual.
Semua prilaku ini menghasilkan konsekuensi bagi diri sendiri dan juga orang
lain. Mereka merusak atau meningkatkan nilai orang yang terkana dampaknya.
Nilai
mengarahkan ke niat—niat mengarahkan ke prilaku – prilaku mengarahkan ke
konsekuensi.
Salah
satu pelajaran yang terpenting untuk mempelajari tentang etika adalah melihat
kehidupan sebagaimana adanya, tanpa persepsi dan sikap kita yang mendistorsi
untuk menyesuaikan diri dengan apa yang ingin kita lihat. Kita semua bereaksi,
bukan pada realitas itu sendiri, tapi juga interpretasi realitas kita sendiri. Tingkah laku kita tidak terpengaruh oleh
situasi tertentu tapi bagaimana kita melihat dan apa yang kita lihat di situasi
tersebut. Ketika kita mendeskripsikan dunia sekeliling kita atau orang-orang
disekeliling kita, kita adalah hasil dari pengaruh diri kita sendiri, cara
pandang kita, tingkah lalu, moral kita dan sistem etika nila kita.
“Stephen
R. Covey”---“7 Kebiasaaan orang yang sangat efektif—menyatakan bahwa sistem
nilai seseorang akan bertambah naik dari pendekatan ‘luar dalam’. Dalam-luas
artinya untuk memulai dengan diri sendiri bahkan pada dasarnya lebih untuk
memulai dengan bagian yang paling dalam dari diri kita—dengan satu pola pikir,
satu karakter dan satu motivasi”. Contohnya, jika seseorang ingin dipercayai
oleh orang lain maka ia harus dapat dipercayai terlebih dahulu, tidak ada cara
lain, fakta atau strategi untuk mendapatkan kepercayaan orang lain kepada mu jika
kamu belum bisa untuk dipercayai. Covey mengatakan di dalam dirinya berbicara
bahwa “kemenangan secara pribadi melebihi kemenangan masyarakat umum---bahwa
penetapan dan membuat janji-janji kepada diri sendiri lebih dari penetapan
janji ke orang lain”
3.6 Etika Dan Maksimalisasi Nilai
Ketika
etika dan nilai berjalan secara bersama-sama, kita seharusnya melakukan sebuah
analisis dari hubungan etika dengan maksimalisasi nilai untuk mengetahui nilai
dari etika seseorang yang bekerja untuk organisasi manapun.
Pertama-tama,
kita semua akan menemukan bagaimana prilaku beretika dan maksimalisasi nilai
berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Seperti yang kita tahu tidak ada
standar dunia yang mencontohkan seperti apa prilaku beretika, yang mana artinya
bahwa susunan luas dari maksimalisasi nilai kebijaksaaan perusahaan mungkin
melanggar gagasan pribadi tentang prilaku beretika.
Apakah
maksimalisasi nilai di organisasi secara sederhana mengartikan sebagai
keuntungan maksimalisasi jangka pendek? Tidak! Pengetian secara mendalam dari
standar etika adalah yang dibutuhkan untuk maksimalisasi nilai, sebuah tike
diskusi ekonomi dari keuntungan jangka pendek maksimalisasi adalah tidak
mencukupi dari semunya
Etika dan Kepercayaan
Kepercayaan adalah salah satu hal yang
paling penting dalam melengkapi sikap beretika, mereka sangat berubungan satu
sama lain seperti prilaku beretika yang menyebabkan kepercayaan.
Jika kita mulai dari yang paling
mendasar hubungan antara perorangan, hubungan apa aja melibatkan sebuah janji
untuk memberikan pelayanan khusus atau baik, dan kondisi yang demikian yang
mengakibatkan juga dalam bertukar untuk sebuah janji pembayaran oleh pihak
lainnya. Jadi jika apapun sikap ketidakpercayaan atau korupsi mengambil alih di
berbagai transaksi dan keadilan dari sistem ekonomi akan sangat terganggu. Dan akibat
dari korupsi akan berpengaruh negatif terhadap penghematan.
Jadi kita mengetahui bahwa kepercayaan
dan dipercaya adalah sifat dasar yang sangat perlu untuk efesiensi ekonomi,
tanpa itu, itu tidak mungkin untuk mendukung utang jangka panjang atau alat
untuk menjalankannya. Jadi kita mengetahui bahwa prilaku beretika adalah sangat
dianjurkan untuk membangun kepercayaan antara orang-orang.
Nilai
etika melibatkan norma prilaku dan peraturan bahwa dalam perusahaan menerapkan
sebagai bentuk kode etik, meliputi konflik kepentingan, pelanggan umum hukum
bisnis. Sebuah pencapaian dari repurtasi di sebuah organisasi berdasarkan dari
prilaku etika dan tindakan dari individualnya.
Sebuah
reputasi perusahaan dalam prilaku beretika, ini dirasakan ketulusan dalam berurusan
dengan konsumen, pemasok dan orang yang berkepentingan lainnya dan pihak lain
dari penanam modal sebuah perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar